Minggu, 25 Januari 2015

Filsafat Pendidikan Realisme

FILSAFAT PENDIDIKAN REALISME
Disusun Guna Memenuhi Tugas Kelompok
Mata Kuliah Filsafat Pendidikan
Dosen Pengampu Dr.Suliswiyadi, M.Ag


Disusun Oleh :
1.      Mariana Maryanto                   ( 12.0305.0169 )
2.      Dodo Prastyoko                      ( 12.0305.0170 )
3.      Agung Budi Prasetya              ( 12.0305.0192 )
4.      Fita Rahmawati                       ( 12.0305.0207 )


PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG
2012/2013








KATA PENGANTAR

            Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT,atas Rahmat dan Hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
            Tujuan penulis membuat makalah ini dengan judul “Filsafat Pendidikan Realisme”guna memenuhi tugas kelompok mata kuliah Filsafat Pendidikan.
            Terselesainya makalah ini tak lepas dari dukungan serta bantuan dari berbagai pihak,oleh karena itu penulis haturkan terimakasih kepada;
1.      Dr.Suliswiyadi, M.Ag selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dalam penulisan makalah ini.
2.      Rekan-rekan yang memberikan dukungan dan motivasi.
3.      Kepada semua pihak yang turut membantu dalam penulisan makalah  ini yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu.
            Penulis menyadari bahwa  penulisan makalah ini tentu masih jauh dari kesempurnaan,oleh karena itu kritik dan saran penulis harapkan untuk perbaikan yang akan datang.Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi semua pembaca pada umumnya.



                                                                                                Magelang , 3 April 2013



                                                                                                            Penulis


                                                                               




DAFTAR ISI
Halaman Judul.................................................................................................................... i 
Kata Pengantar.................................................................................................................. ii 
Daftar Isi                                                                                                                     ...... iii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang....................................................................................................... 1
B.    Rumusan Masalah.................................................................................................. 2
C.    Tujuan Penulisan.................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
1. Pengertian Realisme Pendidikan ...................................................................... 3
2. Bentuk-bentuk Filsafat Pendidikan Realisme.................................................. ....... 4 
3. Pengetahuan tentang Filsafat Pendidikan Realisme......................................... ..... 12
4. Nilai dari Filsafat Pendidikan Realisme................................................................. 12
5. Pendidikan dalam Filsafat Pendidikan Realisme................................................... 13
6. Potret Guru Dalam Filsafat Pendidikan Realisme................................................. 15

BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan.......................................................................................................... 17
B.    Saran                                                                                                                ..... 17

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................   18














BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Filsafat pendidikan adalah aplikasi dari filsafat umum dalam pendidikan. Berbeda dengan Filsafat Umum yang objeknya adalah kenyataan keseluruhan segala sesuatu. Filsafat Khusus /terapan mempunyai objek kenyataan salah satu aspek kehidupan manusia yang dalam hal ini adalah pendidikan. Filsafat pendidikan menyelidiki hakikat pelaksanaan pendidikan yang bersangkut paut dengan tujuan, latar belakang cara dan hasilnya serta hakikat ilmu pendidikan yang bersangkut paut terhadap struktur kegunaannya.
Seperti halnya filsafat yang lain, filsafat pendidikanpun bersifat spekulatif, preskriptif dan analitik. Spekulatif artinya filsafat pendidikan membangun teori-teori tentang hakikat pendidikan manusia, hakikat masyarakat dan hakikat dunia. Preskriptif artinya filsafat pendidikan menentukan tujuan pendidikan yang harus diikuti dan dicapai. Analitik artinya filsafat pendidikan menjelaskan pertanyaan-pertanyaan yang spekulatif dan perspektif.
Filsafat ilmu pendidikan dapat dibataskan sebagai salah satu bentuk teori pendidikan yang dihasilkan melaui riset baik kualitatif maupun kuantitatif. Filsafat pendidikan ini perlu dipedomani para perencana pendidikan tentang tujuan, isi, kurikulum yang merumuskan tujuan-tujuan pengubahan perilaku yang bersifat personal, sosial dan ekonomi.
Karena filsafat pendidikan merupakan terapan dari filsafat umum maka filsafat pendidikan pun terdiri beberapa aliran seperti filsafat pendidikan idealisme, realisme, esensialisme dan pragmatisme.
Pada dasarnya realisme merupakan filsafat yang memandang realitas secara dualitas. Realisme berbeda dengan Materialisme dan Idealisme yang bersifat Monistis. Realisme berpendapat bahwa hakekat realitas ialah terdiri atas dunia fisik dan dunia rohani. Realisme membagi realitas menjadi dua bagian, yaitu subject yang menyadari dan mengetahui disatu pihak, dan dipihak lainya adalah adanya realita diluar manusia, yang dapat di jadikan sebagai object pengetahuan manusia.







B.     Rumusan Masalah
Dalam Makalah ini memaparkan beberapa rumusan masalah yang ada diantaranya :
1.      Apa arti Realisme Pendidikan ?
2.      Apa Bentuk-bentuk Filsafat Pendidikan Realisme?
3.      Apa pengetahuan dari filsafat pendidikan Realisme itu ?
4.      Apa nilai dari filsafat pendidikan Realisme ?
5.      Bagaimana Pendidikan dalam Filsafat Realisme ?
6.      Bagaiaman  potret guru dalam Realisme itu ?

C.     Tujuan Penulisan
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas filsafat pendidikan yang bertujuan untuk memperdalam pengetahuan tentang filsafat pendidikan realisme. Dan memberikan pengetahuan tentang filsafat pendidikan reaisme kepada pembaca. Diantaranya:
1.      Dapat mengetahui realisme pendidikan
2.      Dapat mengetahui Bentuk-bentuk Filsafat Pendidikan Realisme
3.      Dapat mengetahui pengetahuan dari filsafat pendidikan realisme
4.      Dapat mengetahui nilai dari filsafat pendidikan realisme
5.      Dapat mengetahui realisme terhadap pendidikan
6.      Dapat mengetahui potret guru realisme













BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Realisme Pendidikan

1.      Pengertian Realisme
Pada dasarnya realisme merupakan filsafat yang memandang  realitas secara dualitas. Realisme berbeda dengan materialisme dan idealisme yang bersifat monitis.Realisme berpendapat bahwa hakikat realitas adalah terdiri atas dunia fisik dan dunia rohani.Realisme membagi realitas menjadi dua bagian, yang subjek yang menyadari dan mengetahui disatu pihak dan dipihak lainnya adalah adanya realita diluar manusia yang dapat dijadikan sebagai objek pengetahuan manusia.(Uyoh Sadulloh : 2007 : 103)
Gagasan filsafat realisme terlacak  dimulai sebelum periode abad masehi dimulai, yaitu dalam pemikiran murid Plato bernama Aristoteles (384-322 SM). Sebagai murid Plato, sedikit banyak Aristoteles tentu saja memiliki pemikiran yang sangat dipengaruhi Plato dalam berfilsafat. Dalam keterpengaruhannya, Aristoteles memiliki sesuatu perbedaan pemikiran yang membuatnya menjadi berbeda dengan Plato.
Ibarat Plato memulai filsafatnya dari sebelah selatan, Aristoteles justru memulai dari sebelah utara. Filsafat Aristoteles tampak seperti antitesis filsafat Plato yang justru memiliki corak idealisme. Oleh karena itu, jika Plato meyakini bahwa apa yang sungguh-sungguh ada adalah yang ada dalam alam idea,  Aristoteles justru memandang bahwa apa yang di luar alam ide, termasuk benda-benda yang terlihat indra bukanlah idea  yang lahir dari replikasi yang ada dalam pikiran atau mental.
Bagi Aristoteles, benda-benda itu sungguh pun tidak ada yang memikirkannya ia tetaplah ada. Keberadaanya tersebut tidak ditentukan oleh akal. Disini fokus perhatian Aristoteles terhadap kemungkinan sampai pada konsepsi-konsepsi tentang bentuk universal melalui kajian-kajian atas objek-objek material. Kelak, ini akan menjadi dasar-dasar pertama bagi lahirnya fisika modern serta sains. (Teguh Wangsa Gandhi : 2010 : 140)
2.      Pengertian Pendidikan
a.       Pendidikan adalah proses akulturasi-akulturasi pada anggota-anggota  masyarakat yang maish muda oleh anggot-anggota masyrakat yang lebih tua.
b.      Pendidikan berkenaan dengan perkembangan dan perubahan kelakuan anak didik. Pendidikan bertalian dengan transmisi pengetahaun, sikap, kepercayaan, keterampilan dan aspek-aspek kelakuan lainnya kepada generasi muda. Pendidikan adalah proses mengajar dan belajar pola-pola kelakuan manusia menurut apa yang diharapkan oleh masyarakat.
c.       Pendidikan secara khusus, langeveld mengemukakan bahwa pendidikan adalah bimbingan yang diberikan oleh orag dewasa kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaannya. Pendidikan secara luas adalah usaha manusia untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya, yang berlangsung sepanjang hayat. Henderson (1959:44).

B.     Bentuk-bentuk Filsafat Pendidikan Realisme

Realisme merupakan aliran filsafat yang memiliki beraneka ragam bentuk. Kneller membagi realisme menjadi dua bentuk, yaitu : 1) Realisme Rasional, 2) Realisme Naturalis. (Uyoh Sadullah : 2007 : 103)

1.      Realisme Rasional
Realisme rasional dapat didefinisikan pada dua aliran, yaitu realisme klasik dan realisme religius. Bentuk utama dari realisme religius ialah “Scholastisisme”. Realisme klasik ialah filsafat Yunani yang pertama kali dikembangkan oleh Aristoteles, sedangkan realisme religius, terutama Scholatisisme oleh Thomas Aquina, dengan menggunakan filsafat Aristoteles dalam membahas teologi gereja. Thomas Aquina menciptakan filsafat baru dalam agama kristen, yang disebut tomisme, pada saat filsafat gereja dikuasai oleh neoplatonisme yang dipelopori oleh Plotinus.
Realisme klasik maupun realisme religius menyetujui bahwa dunia materi adalah nyata, dan berada diluar fikiran (idea) yang mengamatinya. Tetapi sebaliknya, tomisme berpandangan bahwa materi dan jiwa diciptakan oleh Tuhan, dan jiwa lebih penting daripada materi karena Tuhan adalah rohani yang sempurna. Tomisme juga mengungkapkan bahwa manusia merupakan suatu perpaduan/kesatuan materi dan rohani dimana badan dan roh menjadi satu. Manusia bebas dan bertanggung jawab untuk bertindak, namun manusia juga abadi lahir ke dunia untuk mencintai dan mengasihi pencipta, karena itu manusia mencari kebahagiaan abadi.
a.       Realisme klasik
Realisme klasik oleh Brubacher (1950) disebut humanisme rasional. Realisme klasik berpandangan bahwa manusia pada hakikatnya memiliki ciri rasional. Dunia dikenal melalui akal, dimulai dengan prinsip “self evident”, dimana manusia dapat menjangkau kebenaran umum. Self evident merupakan hal yang penting dalam filsafat realisme karena evidensi merupakan asas pembuktian tentang realitas dan pembenaran sekaligus. Self evident merupakan suatu bukti yang ada pada diri (realitas, eksistensi) itu sendiri. Jadi, bukti tersebut bukan pada materi atau pada realitas yang lain. Self evident merupakan asas untuk mengerti kebenaran  dan sekaligus untuk membuktikan kebenaran. Self evident merupakan asas bagi pengetahuan artinya pengetahuan yang benar buktinya ada didalam pengetahuan atau kebenaran pengetahuan itu sendiri.
Pengetahuan tentang Tuhan, sifat-sifat Tuhan, eksistensi Tuhan, adalah bersifat self evident. Artinya bahwa adanya Tuhan tidak perlu dibuktikan dengan bukti-bukti lain sebab Tuhan itu self evident. Sifat Tuhan itu Esa, artinya Esa hanya dimiliki Tuhan, tidak ada yang menyamainya terhadap sifat Tuhan tersebut. Eksistensi Tuhan merupakan prima kausa, penyebab pertama dan utama dari segala yang ada, yakni merupakan penyebab dari realitas alam semesta. Sebab, dari semua kejadian yang terjadi pada alam semesta. Tujuan pendidikan bersifat intelektual. Memperhatikan intelektual adalah penting, bukan saja sebagai tujuan, melainkan dipergunakan sebagai alat untuk memecahkan masalah.
Bahan pendidikan yang esensial bagi aliran ini, yaitu pengalaman manusia. Yang esensial adalah apa yang merupakan penyatuan dan pengulangan dari pengalaman manusia. Kneller (1971) mengemukakan bahwa realisme klasik bertujuan agar anak menjadi manusia bijaksana, yaitu seorang yang dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap lingkungan fisik dan sosial. “For the classical realist the purpose of education is enable the pupil to become an intellectually well-balanced person, as against one who is symply well adjust to the physical and social amvironment”.
Menurut Aristoteles, terdapat aturan, terdapat aturan moral universal yang diperoleh dengan akal dan mengikat manusia sebagai mahklul nasional. Di sekolah lebih menekankan perhatiannya pada mata pelajaran (subject matter), namun, selain itu, sekolah harus menghasilkan individu-individu yang sempurna. Menurut pandangan Aristoteles,manusia sempurna adalah manusia moderat yang mengambil jalan tengah. Pada anak harus diajarkan ukuran moral absolute dan universal, sebab apa yang diklatakan baik atau benar adalah untuk keseluruhan umat manusia, bukan hanya untuk suatu ras atau suatu kelompok masyarakat tertentu. Hal ini penting bagi anak untuk mendapatkan kebiasaan baik.Kebaikan tidak datang dengan sendirinya, melainkan harus dipelajari.
b.      Realisme religious
Realisme religious dalam pandangannya tampak dualistis.Ia berpendapat bahwa terdapat dua order yang terdiri atas “order natural” dan “order supernatural”. Kedua order tersebut berpusat pada tuhan. Tuhan adalah pencipta semesta alam dan abadi. Pendidikan merupakan suatu proses untuk meningkatkan diri, guna mencapai yang abadi. Kemajuan diukur sesuai dengan yang abadi tersebut yang mengambil tempat dalam alam.Hakikat kebenaran dan kebaikan memiliki makna dalam pandangan filsafat ini.Kebenaran bukan dibuat, melainkan sudah ditentukan, dimana belajar harus mencerminkan kebenaran tersebut.
Menurut pandangan aliran ini, struktur social berakar pada aristokrasi dam demokrasi. Letak aristokrasinya adalah pada cara meletakan kekuasaan pada yang lebih tahu dalam kehidupan sehari-hari. Demokrasinya berarti bahwa setiap orang diberi kesempatan yang luas untuk memegang setiap jabatan dalam struktur masyarakat. Hubungan antara gereja dan Negara, adlah menjaga fundamental dasar dualism antara order natural dan order supernatural. Minat Negara terhadap pendidikan bersifat natural, karena Negara memiliki kedudukan lebih rendah dibandingkan dengan gereja.Moral pendidikan berpusat pada ajaran agama.Pendidikan agama sebagai pedoman bagi anak untuk mencapai Tuhan dan Akhirat.
Menurut realisme religious, karena keteraturan dan keharmonisan alam semesta sebagai ciptaan tuhan, maka manusia harus mempelajari alam sebagai ciptaan tuhan.Tujuan utama pendidikan mempersiapkan individu untuk dunia dan akhirat.Tujuan pendidikan adalah mendorong siswa memiliki keseimbangan intelektual yang baik, bukan semata-mata penyesuaian terhadap lingkungan fisik dan social saja.William Mc Gucken (Brubacher, 1950), seorang pengikut aristoteles dan Thomas aquina yang berakar pada metafisika dan epistimologi, membicarakan pula natural dan supernatural. Menurut Gucken, tanpa Tuhan tidak ada tujuan hidup, dan pada akhirnya tidak ada tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan adalah mempersiapkan manusia untuk hidup didunia sekarang dalam arti untuk mencapai tujuan akhir yang abadi untuk hidup didunia sana.
Pandangannya tentang moral, realism religious menyetujui bahwa kita dapat memahami banyak hokum moral dengan mengunakan akal, namun secara tegas beranggapan bahwa hukum-hukum moral tersebut diciptakan oleh Tuhan.Tuhan telah memberkahi manusia dengan kemampuan rasional yang sangat tinggi untuk memahami hukum moral tersebut.Tidak seperti halnya realisme natural yang hanya terbatas pada moral alamiah, realisme religious beranggapan bahwa manusia diciptakan memiliki kemampuan untuk melampaui alam natural, yang pada akhirnya dapat mencapai nilai supernatural.Tujuan pendidikan adalah keselamatan atau kebahagiaan jasmani dan rohani sekaligus.Anak yang lahir pada dasarnya rohaninya dalam keadaan baik, penuh rahmat, diisi dengan nilai-nilai ketuhannan. Anak akan menerima kebaikan dan menjauhi kejahatan bukan hanya karena perintah akal, melainkan juga karena perintah Tuhan.
Johan Amos Comenius merupakan pemikir pendidikan yang dapat digolongkan pada realisme religious, mengemukakan bahwa semua manusia harus berusaha untuk mencapai dua tujuan.Pertama, keselamatan dan kebahagiaan hidup yang abadi. Kedua, keadaan dan kehidupan dunia yang sejahtera dan damai.Tujuan pertama merupakan tujuan yang inheren dalam diri manusia, dimana tujuannya terletak diluar hidup ini.Pada tujuan yang kedua, Comenius tampaknya memandang kebahagiaan dan perdamaian dunia merupakan sebahagiaan dari kebahagiaan hidup yang abadi.
Berbicara tentang pendidikan, Comenius (price, 1962) mengemukakan bahwa pendidikan harus universal, seragam, dimulai sejak pendidikan yang paling rendah, dan merupakan suatu kewajiban.Pada tingkat pendidikan yang paling rendah, dan merupakan suatu kewajiban. Pada tingkat pendidikan yang paling rendah , anak akan menerima jenis pendidikan yang sama. Pembvawaan dan sifat manusia sama pada semua orang. Oleh karena itulah, metode, isi, dan proses pendidikan harus seragam. Namun, manusia tetap berbeda dalam derajatnta, dimana ia dapat mencapainya. Oleh karena itu, pada tingkatan pendidikan yang paling tinggi tidak boleh hanya ada satu jenis pendidikan, melainkan harus beraneka ragam jenis pendidikan.Anak yang cacat pancaindera, jasmani maupun mental, tidak diperkenankan mengikuti pendidikan, dalam arti bersama-sama dengan anak normal.Mereka harus mendapatkan pelayanan khusus.
Comenius dalam bukunya “Didacita Magna” (Didaktik besar), dan “Orbis Sensualium Pictus” (Dunia panca indera dengan gambar-gambar) merupakan peletak dasar didaktik modern.Ia mengubah cara berfikir anak yan deduktif spekulatif dengan cara berfikir induktif, yang merupakan metode berfikir ilmiah. Peragaan merupakan suatu keharusan dalam proses belajar mengajar , sehingga ia dijuluki sebagai bapak keperagaan dalam belajar mengajar. Beberapa prinsip mengajar yang dikemukakan oleh Comenius adalah sebagai berikut :
a)      Pelajaran harus didasarkan pada minat siswa keberhasilan dalam belajar tidak karena dipaksakan dari luar, melainkan merupakan suatu hasil perkembangan dari dalam pribadinya.
b)      Pada waktu permulaan belajar, guru harus menyusun out line secara garis besar dari setiap mata pelajaran.
c)      Guru harus menyiapkan dan menyampaikan informasi tentang garis-garis besar pelajaran sebelum pelajaran dimulai, atau pada waktu permulaan pelajaran.
d)     Kelas harus diisi dengan gambar-gambar, peta, motto, dan sejenisnya yang berkaitan dengan rencana pelajaran yang akan diberikan.
e)      Guru menyampaiakan pelajaran sedemikian rupa, sehingga pelajaran merupakan suatu kesatuan. Setiap pelajaran merupakan suatu keseimbangan dari pelajaran sebelumnya, dan untuk perkembangan pengetahuan secara terus-menerus.
f)       Apapun yang dilakukan guru, hendaknya membantu untuk pengembangan hakikat manusia. Kepada siswa ditunjukan kepentingan yang praktis dari setiap system nilai.
g)      Pelajaran dalam subjek yang sama diperuntukan bagi semua anak.

2.      Realisme Natural Ilmiah
Realisme natural ilmiah menyertai lahirnya sains eropa pada abad kelima belas dan keenam belas, yang dipelopori oleh Francis Bacon, John Locke, Galileo, David Hume, John Stuart Mill, dan lain-lainnya. Pada abad kedua puluh tercatat pemikiran-pemikiran seperti Ralph Borton Perry, Alferd Nortt Whitehead, dan Betrand Russel.
Realism natural ilmiah mengatakan bahwa manusia adalah organisme biologis dengan system syaraf yang kompleks dan secara inheren berpembawaan social (social disposition).Apa yang dinamakan berfikir merupakan fungsi yang sangat kompleks dari organism yang berhubungan dengan lingkungannya. Kebanyakan penganut realism natural menolak eksistensi kemauan keras (free will).Mereka bersilang pendapat dalam hal bahwa individu ditentukan oleh akibat lingkungan fisik dan social dalam struktur genetiknya. Apa yang tampaknya bebas memilih , kenyataannya merupakan suatudeterminasi kausal (ketentuan sebab akibat).
Menurut realisme natural ilmiah, filsafat mencoba meniru objektivitas sains.Karena dunia sekitar manusia nyata, maka tugas sainslah untuk meneliti sifat-sifatnya. Tugas filsafa mengkordinasikan konsep-konsep dan temuan-temuan sains yang berlainan dn berbeda-beda. Perubahan merupakan realitas yang sesuai dengan hokum-hukum alam yang permanen, yang menyebabkan akam semesta sebagai suatu struktur yang berlangsung terus, karena dunia bebas dari manusia dan diatur oleh hukum alam, dan manusia memiliki sedikit control, maka sekolah harus menyediakan subject matter yang akan memperkenalkan anak dengan dunia sekelilingnya.
Pandangannya tentang teori pengetahuan (epistemology), realisme natural ilmiah mengatakan bahwa dunia yang kita amati bukan hasil kreasi akal atau jiwa (mind) manusia, melainkan dunia sebagaimana adanya. Subtansialitas, sebab akibvat, dan aturan-aturan alam bukan suatu proyeksi akal, atau jiwa manusia, melainkan merupakan suatu penampilan atau penampakan dari dunia atau alam itu sendiri.
Teori kebenaran yang dipergunakan oleh kaum realism natural ilmiah adalah teori “korespondensi” tentang kebenaran, yang menyatakan bahwa kebenaran itu adalah persesuaian terhadap fakta dengan situasi yang nyata, kebenaran merupakan persesuaian antara pernyataan mengenai fakta dengan faktanya sendiri, atau antara fikiran dengan realitas situasi lingkungannya. Teori ini sebagai suatu penolakan terhadap teori koherensi, yang pada umumnya dipergunakan oleh kaum idealis, yang mengemukakan bahwa pengetahuan itu benar karena selaas atau bertalian dengan pengetahuannya yang telah ada.Menurut teori korespondensi, pengetahuan baru itu dikatakan benar apabila sesuai dengan teori atau pengetahuan terdahulu yang telah ada, karena teori yang telah ada tersebut adalah benar, sesuai dengan fakta, sesuai dengan situasi nyata.
Jadi, menurut realisme ilmiah, pengetahuan yang shahih adalah pengetahuan yang diperolah melalui pengalaman empiris, dengan jalan observasi, atau penginderaan.Teori pengetahuan yang mereka ikuti adalah teori pengetahuan “empirisme”, seperti yang diuraikan terdahulu.Menurut empirisme, pengalaman merupakan factor fundamental dalam pengetahuan, sehingga merupakan sumber dari pengetahuan manusia.
Pandangannya tentang nilai, mereka menolak pendapat bahwa nilai memiliki sanksi supernatural, kebaikan adalah yang menghubungkan manusia dengan lingkungannya. Sebaliknya, kejahatan adalah yang menjauhkan manusia dari lingkungannya. Esensi manusia dan esensi alam adalah tetap, maka nilai yang menghubungkan antara yang satu dengan yang lainnya adalah tetap. Lembaga-lembaga dan praktik social diseluruh dunia sangat berlainan dan berbeda-beda, namun memiliki landasan nilai yang sama. Kaum idealism menganggap bahwa kaum manusia pada dasarnya sempurna, sedangkan kaum realism natural menerima sebagaimana adanya, tidak sempurna.
Realisme natural mengajarkan bahwa baik dan salah adalah hasil tentang pengalaman kita tentang alam, bukan dari prinsip-prinsip nilai agama atau dari luar ala mini.Moralitas dilandasi oleh hasil penelitian ilmiah yang menunjukan kemanfaatannya pada manusia sebagai spesies tertinggi dari hewan.Sakit adalah jahat, dan sehat adalah baik.Manusia harus meningkatkan kebaikan-kebaikan dengan menggunakan ukuran-ukuran untuk memperbaiki konstitusi genetic, mengatasi kesejahteraan dengan perbaikan lingkungan dimana manusia hidup.
Mengenai konsep pendidikan realism natural, Brucher (1950) mengemukakan bahwa pendidikan berkaitan dengan dunia disini dan sekarang.Dunia bukan sesuatu yang eksternal, tidak abadi, melainkan diatur oleh hukum alam.Jiwa (mind) merupakan produk alam dan bersifat biologis, berkembang dengan cara menyesuaikan diri dengan alam. Pendidikan menurut realism natural haruslah ilmiah dan yang menjadi objek penelitiannya adalah kenyataan dalam alam.
Seorang ahli sains dapat mencatat dengan tepat apa yang dipelajarinya, termasuk dalam mempelajari kenyataan-kenyataan social. Bagi mereka tidak ada kesangsian terhadap apa yang dipelajari berdasarkan kenyataan, karena kebeneran diperolehnya  dari kenyataan. Oleh karena itu, kurikulum yang baik adalah yang berdasarkan data dan realitas.Mereka mendasarkan penelitian ilmiah melalui psikologi pendidikan dan sosiologi pendidikan dalam menentukan kurikulumnya.Psikologi mereka adalah behavioristik.Ide atau jiwa anak yang bersifat supernatural tidak memperoleh tempat dalam pandangan mereka.Pendidikan cenderung pada naturalism, materialism, dan makenistik.
Baik realisme rasional maupun realisme natural ilmiah sependapat bahwa menanamkan dan pemilihan pengetahuan yang akan diberikan disekolah adalah penting. Inisiatif dalam pendidikan adalah terletak pada uru, yang menentukan bahan pelajaran yang akan dibahas dalam kelas adalah guru, bukan siswa. Materi atau bahan pelajaran yang baik adalah bahan pelajaran yang memberikan kepuasan pada minat dan kebutuhan siswa.Namun, yang paling penting bagi guru adalah bagaimana memilih bahan pelajaran yang benar, bukan memberikan kepuasan terhadap minat dan kebutuhan siswa hanyalah merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan, merupakan suatu strategi mengajar yang bermanfaat.

3.      Neo-Realisme dan Realisme Kritis (Uyoh Sadulloh : 2007 : 110)
Selain aliran-aliran realism diatas, masih ada lagi pandangan-pandangan lain, yang termasuk realism.Aliran tersebut disebut “Neo-Realisme” dari Frederick Breed, dan “Realisme Kritis” dari Immanuel Kant.Menurut pandangan Breed, filsafat pendidikan hendaknya harmoni dengan prinsip-prinsip demokrasi.Prinsip demokrasi adalah hormat dan menghormati atas hak-hak individu.Pendidikan sebagai pertumbuhan harus diartikan sebagai menerima arah tuntunan social dan individual.Istilah demokrasi harus didefinisikan kembali sebagai pengawasan dan kesejahteraan social.
Realisme kritis didasarkan atas pemikiran Immanuel Kant, seorang pesintesis yan besar.Ia mensitesiskan pandangan-pandangan yan berbeda, antara empirisme dan rasionalisme, antara skepitisme dan paham kepastian, antara eudaeomanisme dengan puritanisme. Ia bukan melakukan eklektisisme yang dangkal. Melainkan, suatu sintesis asli yang menolak kekurangan-kekurangan dari kedua belah pihak yang disintesiskannya. Dan ia membangun filsafat yang kuat.
Menurut Kant, semua pengetahuan mulai dari pengalaman, namun tidak berarti semuanya dari pengalaman. Objek luar dikenal melalui indera, namun pikiran atau rasio, atau pengertian, mengorganisasikan bahan-bahan yang diperoleh dari pengalaman tersebut.Pikiran tanpa isi adalah kosong, dan tanggapan tanpa konsepsi adalah buta. Demikian kata Kant.:Thoughts without content are empty, percepts without concepts are blind” (Henderson, 1959 : 218).
Selanjutnya, menurut Kant, pengalaman tidak hanya sekedar warna, suara, bau yang diterima alat indera, melainkan hal-hal tersebutdiatur dan disusun menjadi suatu bentuk yang terorganisasi oleh pikiran kita.Pengalaman merupakan suatu interpretasi tentang benda-benda yang kita terima melalui alat indera kita.Dan di dalam interpretasi tersebut kita mempergunakan suatu struktur untuk mengorganisasi benda-benda.
Lebih lanjut Kant mengemukakan, bahwa manusia telah dilengkapi dengan seperangkat kemauan, sehingga kita dapat member betuk terhadap data mentah yang kita amati. Dengan demikian, kita mungkin memiliki pengetahuan apriori, yang tidak perlu untuk mengalami sendiri untuk mendapatkan pengetahuan yang fundamental, dan pengetahuan yang aposteriori, pengetahuan yang didasarkan pada pengalaman.Manusia tidak bisa mengetahui realitas yang sebenarnya, melainkan suatu realitas di luar pengalaman, dan merupakan objek pengetahuan.Kant mengaui, bahwa manusia tidak hanya memiliki kemampuan alamiah, melainkan juga memiliki kemampuan agama dan moral. Semua aliran filsafat pendidikan menyetuJi bahwa :
1)      Proses pendidikan berpusat pada tugas mengembangkan laki-laki dan wanita yang hebat dan kuat.
2)      Tugas manusia di dunia adalah memajukan keadilan dan kesejahteraaan umum.
3)      Kita seharusnya memandang bahwa tujuan akhir pendidikan adalah memecahkan masalah-masalah pendidikan.
Power (1982) mengemukakan implikasi pendidikan realisme sebagai berikut :
a)      Tujuan Pendidikan
Penyesuaian hidup dan tanggung jawab social.
b)      Kedudukan siswa
Dalam hal pelajaran, menguasai pengetahuan yang handal, dapat dipercaya.Dalam hal disiplin, peraturan yang baik adalah esensial untuk belajar.Disiplin mental dan moral dibutuhkan untuk memperoleh hasil yang baik.


c)      Peranan Guru
Menguasai pengetahuan, terampil dalam teknik mengajar dan dengan keras menuntut prestasi dari siswa.
d)     Kurikulum
Kurikulum komprehensif mencakup semua pengetahuan yang berguna.Berisikan pengetahuan liberal dan pengetahuan praktis.
e)      Metode
Belajar tergantung pada pengalaman, baik langsung atau tidak langsung.Metode penyampaian harus logis dan psikologis.Metode Conditioning (SR) merupakan metode utama bagi realisme sebagai pengikut behaviorisme.

C.     Pengetahuan Filsafat Pendidikan Realisme
Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang. Pengetahuan termasuk, tetapi tidak dibatasi pada deskripsi, hipotesis, konsep, teori, prinsip dan prosedur yang secara Probabilitas Bayesian adalah benar atau berguna.
Dalam pengertian lain, pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan akal. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Misalnya ketika seseorang mencicipi masakan yang baru dikenalnya, ia akan mendapatkan pengetahuan tentang bentuk, rasa, dan aroma masakan tersebut.
Pengetahuan diperoleh manusia bersumber dari pengalaman. Realisme menganut “prinsip independensi” yang menyatakan bahwa pengetahuan manusia tentang realitas tidak dapat mengubah substansi atau esensi realitas karena sebuah realitas bersifat objektif. Kebenaran pengetahuan diuji kesesuaiannya dengan fakta di dalam dunia material atau pengalaman dria. Teori ini dikenal sebagai Teori Korespondensi.
D.    Nilai Filsafat Pendidikan Realisme
Penganut aliran realisme sependapat dengan penganut idealis bahwa nilai yang mendasar adalah pada dasarnya permanen, tapi mereka berbeda diantara mereka sendiri dan alasan mereka. Realis klasik penedapat dengan Aristoteles bahwa ada undang-undang moral universal, tersedia untuk berbagai alasan dan mengikat pada seluruh rasional manusia.
Realistsepakat bahwa guru harus menjadi bagian dalam merumuskan nilai-nilai tertentu. Moral dasar dan standar keindahan yang diajarkan pada siswa yang tidak berdampak pada isu terkini. Anak-anak harus memahami secara jelas mengenai sifat dasar kebenaran dan salah, memberikan perhatian pada tujuan yang baik dan indah berdasarkan pada perubahan moral dan keindahan mode. Tingkah laku manusia diatur oleh hukum alam dan pada taraf yang lebih rendah diatur oleh kebijaksanaan yang telah teruji.
Karena manusia adalah bagian dari alam, maka manusia harus tunduk kepada hukum-hukum alam. “Tingkah laku manusia diatur oleh hokum alam, dan pada tingkat yang lebih rendah diuji melalui konvensi atau kebiasaan , dan adat istiadat di dalam masyarakat.” (Edward J. Power)
Nilai-nilai individual dapat diterima apabila sesuai dengan nilai-nilai umum masyarakatnya. Pendapat umum masyarakat merefleksikan status quo realitas masyarakat; dank arena realitas masyarakat merepresentasikan kebenaran yang adalah ke luar dari mereka sendiri, serta melebihi pikiran, maka hal itu berguna sebagai suatu standar untuk menguji validitas nilai-nilai individual.” (Callahan and Clark, 1983)
E.     Pendidikan dalam Realisme.

1.      Pendidikan Sebagai Institusi Sosial
John Amos Comenius di dalam bukunya Great Didactic, mengatakan bahwa manusia tidak diciptakan hanya kelahiran biologinya saja. Jika ia menjadi seorang manusia, budaya manusia harus memberi arah dan wujud kepada kemampuan dasarnya.
Dalam bukunya Membangun Filsafat Pendidikan, Harry Broudy secara eksplisit ia menekankan bahwa masyarakat mempunyai hak dengan mengabaikan keterlibatan pemerintah, yang akan membawa pendidikan formal di bawah wilayah hukumnya karena ini merupakan suatu lembaga atau institusi sosial.
Implikasinya : pendidikan adalah kebutuhan dasar dan hak yang mendasar bagi manusia dan kewajiban penting bagi semua masyarakat untuk memastikan bahwa semua anak-anak dilahirkan dengan pendidikan yang baik.
2.      Siswa
Guru adalah pengelola KBM di dalam kelas (classroom is teacher-centered), guru penentu materi pelajaran, guru harus menggunakan minat siswa yang berhubungan dengan mata pelajaran, dan membuat mata pelajaran sebagai sesuatu yang kongkret untuk dialami siswa. Siswa berperan untuk menguasai pengetahuan yang diandalkan, siswa harus taat pada aturan dan disiplin, sebab aturan yang baik sangat diperlukan untuk belajar. Siswa memperoleh disiplin melalui ganjaran dan prestasi.
3.      Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan realisme adalah untuk “ penyesuaian diri dalam hidup dan mampu melaksanakan tanggung jawab sosial. Pendidikan bertujuan agar siswa dapat bertahan hidup di dunia yang bersifat alamiah, memperoleh keamanan dan hidup bahagia, dengan jalan memberikan pengetahuan esensial kepada siswa. Pengetahuan tersebut akan memberikan keterampilan-keterampilan yang penting untuk memperoleh keamanan dan hidup bahagia.
4.      Proses Pendidikan
a.       Kurikulum
Kurikulum pendidikan sebaiknya meliputi :
a)      Sains dan Matematika,
b)      Ilmu-ilmu kemanusiaan dan sosial,
c)      Nilai-nilai.
Kurikulum yang baik diorganisasi menurut mata pelajaran dan berpusat pada materi pelajaran (subject matter centered) yang diorganisasi menurut prinsip-prinsip psikologi belajar. Kurikulum direncanakan dan diorganisasi oleh guru/orang dewasa (society centered).Isi kurikulum harus berisi pengetahuan dan nilai-nilai esensial agar siswa dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan alam, masyarakat, dan kebudayaannya.
b.      Metode Pendidikan
Pembiasaan merupakan metode utama bagi filsuf penganut behaviorisme Metode mengajar yang disarankan bersifat otoriter. Guru mewajibkan siswa untuk dapat menghafal, menjelaskan, dan membandingkan fakta-fakta, menginterprestasi hubungan-hubungan, dan mengambil kesimpulan makna-makna baru.
c.       Evaluasi
Guru harus menggunakan metode-metode objektif dengan mengevaluasi dan memberikan jenis tes yang memungkinkan untuk dpt mengukur secara tepat pemahaman siswa tentang materi-materi esensial. Untuk tujuan motivasi guru memberikan ganjaran terhadap siswa yang mencapai sukses.



F.      Potret Guru dalam Filsafat Pendidikan Realisme
Pahun 1987, saat usia lima (tahun), saya tinggal di Merauke, Papua, tepatnya di sebuah kampung kecil: Erom I. Saya tumbuh dan berkembang di kampung ini. Saya menyelesaikan pendidikan sekolah dasar (SD) di kampung ini pula. Para guru rajin masuk kelas dan mengajar kami dengan tekun dan setia. Sejak kelas I SD kami diajari mengenal huruf, menulis, membaca dan berhitung. Kalau belum bisa menulis, membaca dan berhitung, maka tidak bisa naik ke kelas II.
Kami juga diajari tata krama, sopan santun dan kerapian diri. Setiap pagi kami berbaris di depan pintu masuk. Wali kelas berdiri di depan pintu masuk, sambil memegang kayu, setiap murid dipanggil masuk kelas. Saat tiba di pintu, wali kelas memeriksa kerapian diri kami, mulai dari kuku jari tangan dan kaki, rambut, buku pelajaran, dan lain-lain. Kalau ada yang ‘tidak beres’, maka akan mendapat hukuman.
Kami juga diminta membawa kayu bakar untuk para guru. Dan pada lain kesempatan kami juga diminta untuk membantu para guru bekerja di kebun/sawah milik guru. Kami juga memiliki kebun sendiri. Setiap kelas dipersilakan membuat kebun. Para guru mendidik kami secara seimbang, mulai dari aspek intelektual, spiritual, emosional dan solidaritas.
Pengalaman demikian, saat ini jarang dijumpai lagi. Sebagian besar guru yang ditugaskan di pedalaman tidak betah tinggal di kampung-kampung untuk mendidik dan mengajar anak-anak. Sewaktu saya bekerja di Agats-Asmat, Papua, saya menyaksikan para guru lebih memilih tinggal di kota Agats, ketimbang mengajar di kampung tempat mereka bertugas.
Akibatnya, anak-anak Papua yang tinggal di kampung-kampung tidak dapat memperoleh pendidikan dan pengajaran secara layak. Pada tgl 27 Oktober 2012 silam, harian Cenderawasih Pos memuat tulisan mengenai keluh kesah Kepala Kampung Sangke, Distrik Arso Timur, Kabupaten Keerom, Benediktus Rehywi mengungkapkan yang mengungkapkan bahwa: “Sekolah yang dibangun pemerintah dua kelas, saat ini tinggal bangunan kosong dan tidak lagi digunakan sebagai tempat belajar mengajar. Tidak ada kegiatan belajar di sekolah, karena tidak pernah ada guru yang ditugaskan di Kampung Sangke. Kalau pun ada guru, hanya guru honor yang ditugaskan, tapi saat ini sudah tidak pernah datang mengajar lagi. Tenaga pengajar sampai saat ini tidak ada sehingga anak–anak di Kampung Sangke masih banyak yang belum bisa mengenal huruf, apa lagi menulis dan membaca.”
Penggalan kisah tersebut hanyalah satu dari aneka persoalan pendidikan yang sedang terjadi di tanah Papua. Ada banyak guru, tetapi penyebaran tidak merata. Walaupun dari segi data, ada begitu banyak guru yang ditempatkan di daerah pedalaman, tetapi tidak ada yang mau tinggal di kampung. Para guru lebih memilih tinggal di kota.
Pada tahuan 1980-an, saya masih mengalami para guru yang setia mengajar di kampung-kampung terpencil. Mereka adalah para guru dari Key, Jawa, Flores. Mereka tinggal dengan masyarakat di kampung. Namun, semangat pengabdian para guru saat ni mulai memudar. Para guru modern zaman ini, lebih suka tinggal di kota, ketimbang melaksanakan tugas di pedalaman.
Ironinya, guru-guru yang malas mengajar sebagian adalah guru-guru yang berasal dari kampung-kampung di pedalaman Papua. Entah, apa yang merasuki mereka sehingga semangat pengabdian dan pelayanan kepada anak-anak usia sekolah kian memudar. Dan lebih ironi lagi, karena para guru malas mengajar, tetapi mereka menerima gaji dan aneka tunjangan daerah terpencil.
Melihat realitas ini, ada sebagian orang yang ingin kembali ke masa lalu. Mereka ingin mengenang dan mengulang pengabdian para guru tempoe doeloe. Para guru Key, Jawa dan Flores meninggalkan kampung halamannya dan datang ke pedalaman Papua. Mereka ini sungguh-sungguh bekerja untuk orang-orang Papua yang tinggal di daerah terpencil.








BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa Realisme berpendapat bahwa hakikat realitas adalah terdiri atas dunia fisik dan dunia rohani. Realisme membagi realitas menjadi dua bagian, yang subjek yang menyadari dan mengetahui disatu pihak dan dipihak lainnya adalah adanya realita diluar manusia yang dapat dijadikan sebagai objek pengetahuan manusia. Bahan pendidikan yang esensial bagi aliran realism klasik adalah  pengalaman manusia. Yang esensial adalah apa yang merupakan penyatuan dan pengulangan dari pengalaman manusia. Sedangkan Menurut realisme ilmiah, pengetahuan yang shahih adalah pengetahuan yang diperolah melalui pengalaman empiris, dengan jalan observasi, atau penginderaan.
Kneller membagi realisme menjadi dua bentuk, yaitu : 1) Realisme Rasional, 2) Realisme Naturalis. Namun, masih ada lagi pandangan-pandangan lain, yang termasuk realisme. Aliran tersebut disebut “Neo-Realisme” dari Frederick Breed, dan “Realisme Kritis” dari Immanuel Kant.
Implikasinya Realisme dalam pendidikan adalah kebutuhan dasar dan hak yang mendasar bagi manusia dan kewajiban penting bagi semua masyarakat untuk memastikan bahwa semua anak-anak dilahirkan dengan pendidikan yang baik.
B.     Saran
Pepatah bijak mengatakan bahwasanya orang mengkritik kita, diartikan juga bahwa orang tersebut sayang pada kita. Begitupun kami sampaikan apa yang menjadi keinginan kami terhadap pembelajaran Filsafat Pendidikan yaitu ingin lebih menarik dan menyenangkan. Dan semoga ini semua bisa menjadi hal pembangun di masa yang akan datang. Aminn
Sudah selayaknya kita mengoptimalkan akal ini untuk berfikir, jangan sampai kita terus memanjakan akal ini dengan berfikir hal – hal yang mudah, sekali – kali marilah kita belajar Filsafat, agar akal ini mampu berkembang dan berfikir secara dalam. Ingatlah perkataan dari KH. Abdul Rahmat bahwa seorang pahlawan itu adalah orang yang mampu berfikir secara dalam dan mempunyai pandangan yang luas.

DAFTAR PUSTAKA

Ø  prof.dr.s. nasution,ma. Sosiologi pendidikan.pt bumi aksara.jakarta 1999
Ø  Sadullah,uyoh.2011.pengantar filsafat pendidikan.bandung.alfabeta



Tidak ada komentar: