ANAK
BERKEBUTUHAN KHUSUS
(inklusi)
Disusun guna memenuhi tugas individu
Mata Kuliah Strategi Belajar Mengajar
Dosen pengampu : Bpk. Rasidi, S.Pd.
Disusun oleh :
Nama :Dodo Prastyoko
Nim :12.0305.0170
Kelas : “D”
PRODI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG
2012/2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah yang membahas tentang “ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS”.
Makalah
ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Strategi Belajar Mengajar Program studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Semester 2.
Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan
rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak
yang telah memberikan bantuan, dorongan, bimbingan dan arahan. Ucapan terima
kasih dan penghargaan tersebut penulis sampaikan kepada :
1.
Rasidi
S. Pd, selaku dosen
pembimbing yang telah memberikan arahan dalam penulisan makalah ini.
2.
Rekan-rekan
yang telah memberikan dukungan dan motivasi.
3.
Semua
pihak yang turut membantu dalam penulisan makalah ini yang tak dapat kami sebutkan satu per satu
Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa mendatang.
Akhir
kata penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
membaca.
Magelang,
22 Juni 2013
Penulis
DAFTAR ISI
1.
HALAMAN
SAMPUL--------------------------------------------------------------------------------------- I
2.
KATA
PENGANTAR----------------------------------------------------------------------------------------
II
3.
DAFTAR ISI---------------------------------------------------------------------------------------------------- III
4.
BAB I
PENDAHULUAN
4.1.Latar Belakang--------------------------------------------------------------------------------------------- 1
4.2.Tujuan-------------------------------------------------------------------------------------------------------- 2
4.3.Rumusan Masalah----------------------------------------------------------------------------------------- 2
5.
BAB II
PEMBAHASAN
5.1.Anak Berkabutuhan Khusus--------------------------------------------------------------------------- 3
5.2.Faktor-faktor Penyebab kelainan--------------------------------------------------------------------- 3
5.3.Operant Conditioning------------------------------------------------------------------------------------ 4
5.4.Karateristik Anak Berkebutuhan Khusus---------------------------------------------------------- 5
5.4.1.
Anak
Tunagrahita------------------------------------------------------------------------------- 5
5.4.2.
Anak Dengan
Kesulitan Belajar------------------------------------------------------------- 6
5.4.3.
Karateristik
Peserta Didik Hiperaktif------------------------------------------------------ 6
5.4.4.
Karateristik
Anak Tunalaras----------------------------------------------------------------- 7
5.4.5.
Karateristik
Anak Tunarungu Wicara----------------------------------------------------- 7
5.4.6.
Karateristik
Anak Tunanetra----------------------------------------------------------------- 8
5.4.7.
Karateristik
Anak Autistik-------------------------------------------------------------------- 9
5.4.8.
Karateristik
Anak Tunadaksa---------------------------------------------------------------- 9
5.4.9.
Karateristik
Anak Tunaganda--------------------------------------------------------------- 9
5.4.10.
Karateristik
Anak Berbakat dan Keberbakatan---------------------------------------- 10
5.5.Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus-----------------------------------------------------------
11
5.5.1.
Sekolah Anak
Berkebutuhan Khusus------------------------------------------------------
12
5.5.2.
Pendidikan
Inklusi-------------------------------------------------------------------------------
13
6.
PENUTUP
6.1.Kesimpulan--------------------------------------------------------------------------------------------------
15
7.
DAFTAR
PUSTAKA-----------------------------------------------------------------------------------------
16
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Anak yang memerlukan layanan pendidikan khusus yaitu anak
berkelainan atau anak luar biasa yang menyimpang dari kriteria normal atau
rata-rata dalam hal sensorik, fisik, sosial emosional, intelektual dan mental.
Penyimpangan-penyimpangan dalam hal ketajaman sensorik antara lain; visual,
auditif dan taktil, sedangkan penyimpangan fisik adalah gangguan gerak,
kelumpuhan, kelayuan, kekakuan, gangguan koordinasi motorik kasar serta
hilangnya sebagian atau seluruh angguta tubuh dan lain sebagainya. Penyimpangan
intelektual dalam bentuk kecerdasan dibawah rata-rata (mentally retarded) atau
intelektual luar biasa tinggi (intelectually superior). Penyimpangan dalam
bentuk gangguan emosional (emotional disturbance) dan ketidakmampuan perilaku sosial atau tuna
laras (sosial maladjustment). Penyimpangan berkomunikasi dalam wicara atau tuna
rungu diakibatkan karena gangguan suara, gangguan artikulasi dan gangguan
kelancaran bicara.
Jenis lain dari
penyimpangan yang memerlukan layanan khusus yaitu tuna ganda mengalami berbagai
gangguan dan penyimpangan yaitu dalam bentuk penyimpangan fisik, sensorik,
intelektual, perilaku dan komunikasi.
Anak kesulitan
belajar pra akademik atau akademik, termasuk naka yang membutuhkan pendidikan
khusus scara profesional. Kesulitan akademik menunjuk pada kegagalan-kegagalan
pencapaian prestasi akademik yang sesuai dengan kapasita yang diharapkan dari
seorang anak. Kesulitan belajar pra akademik yang berhubungan dengan
perkembangan perhatian, persepsi, gangguan bahasa dan mental.
Pembelajaran untuk
anak berkebutuhan khusus (student with special needs) membutuhkan suatu pola
tersendiri sesuai dengan kebutuhanya masing-masing yang berbeda antara satu dan
lainya. Dalam penyusunan program pembelajaran untuk setiap bidang studi
hendaknya guru kelas sudah memiliki data pribadi setiap peserta didiknya. Data
pribadi yakni berkaitan karateristik spesifik, kemampuan dan kelemahanya,
kopetensi yang dimiliki, dan tingkat perkembanganya.
Kriteria spesifik
student with special needs pada umumnya berkaitan dengan tingkat perkembangan
fungsional. Karateristik spesifik tersebut meliputi tingkat perkembangan
sensorimotor, kognitif, kemampuan berbahasa, keterampilan diri, konsep diri,
keterampilan berinteraksi sosial, serta kreativitasnya. Untuk mengetahui secara
jelas tentang karateristik dari setiap siswa, seorang guru terlebih dahulu
melakukan skrining atau asesmen agar mengetahui secara jelas mengenai kopetensi
diri perserta didik bersangkutan. Tujuanya agar saat memprogramkan
pembelajaran, sudah dipikirkan mengenai bentuk intervensi pembelajaran yang
dianggap cocok. Asesmen adalah proses kegiatan untuk mengetahui kemampuan dan
kelemahan setiap peserta didik dalam segi perkembangan kognitif dan
perkembangan sosial, melalui perkembangan yang sensitif. Kegiatan ini biasanya
memerlukan penggunaan instrumen khususbsecara baku atau dibuat sendiri oleh guru
kelas.
B.
Tujuan
1.
Memahami anak yang memerlukan atau berkebutuhan khusus
2.
Mengidentifikasi penyebab faktor-faktor anak berkelainan
3.
Mengetahui karateristik anak berkebutuhan khusus
C.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan anak berkebutuhan khusus ?
2.
Faktor penyebab anak berkelainan ?
3.
Apa itu operant conditioning ?
4.
Karateristik anak berkebutuhan khusus ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Anak Berkebutuhan Khusus
Secara statistik yang dimaksud dengan anak luar biasa atau anak
berkelainan adalah anak yang menyimpang dari kriteria normal atau rata-rata,
baik menyimpang ke atas maupun menyimpang ke bawah; sedangkan anak yang
menyandang ketunaan atau cacat ialah hanya menyimpang ke bawah dari kriteria
normal. (Mulyono dan Sudjadi)
Kirk dan Gallagher
(1979) mengemukakan definisi anak luar biasa sebagai anak yang menyimpangdari
rata-rata atau normal dalam:
1.
Karateristik mental
2.
Kemampuan sensoris
3.
Karakter neuromotor
4.
Perilaku sosial
5.
Kemempuan berkomunikasi
6.
Atau gabungan dari variabel tersebut
Bertolak dari definisi yang dikemukakan oleh Kirk dan Gallagher
dapat disimpilkan bahwa meskipun anak memiliki penyimpangan, anak tersebut
tidak dapat digolongkan anak luar biasa atau nak berkelainan jika tidak
memerlukan pelayana pendidikan khusus atau pendidikan luar biasa untuk
mengembangkan kapasitasnya secara optimum. Anak yang diamputisa kaki kirinya
atau terpotong telinganya karena suatu penyakit tidak dapat digolongkan anak
luar biasa jika tidak memerlukan layanan pendidikan khusus untuk mengembangkan
kapasitasnya secara optimum. (Mulyono A dan Sudjadi S., 1994)
B.
Faktor-faktor Penyebab Anak Berkelainan
Penyabab terjadianya anak luar biasa atau berkelainan sangat
bervariasi tergantung pada setiap jenis kelainan. Pada umumnya terjadi
kecacatan atau kelainan berdasarkan terjadinya tergolong kedalam 3 maca, yaitu
disebabkan oleh faktor-faktor yeng terjadi pada saat di dalam kandungan, pada
saat kelahiran, dan setelah kelahiran.
1.
Faktor penyebab saat didalam kandungan atau sebelum kelahiran
(prenatal)
a)
Kelahiran hereditas atau bawaan yang merupakan faktor genetika
b)
Keracunan pada saat di dalam kandungan
c)
Faktor psikologis
d)
Infeksi dalam kandungan
e)
Kekurangan gizi
f)
Berbagai penyakit yang disebabkan virus, seperti shiphillis, HIV
g)
Kerusakan biokimia yeng menyebabkan abnormalitas kromosomal
h)
Faktor khusus
2.
Faktor saat dilahirkan (natal)
a)
Pendarahan di otak
b)
Asfiksia
c)
Kerusakan bagian otak, yang diakibatkan terkena penjepit
d)
Lahir dengan vacum
e)
Sesak napas
f)
Prematuritas
3.
Faktor setelah lahir (postnatal)
a)
Infeksi
b)
Encepalitis
c)
Meningitis
d)
Malnutrisi
e)
Disebabkan kecelakaan
f)
Perkembangan yang terlambat
C.
Operant Conditioning
Operant Conditioning merupakan pengkondisian karateristik perilaku
tertentu terhadap peserta didikberkebutuhan khusus. Secara alamiah proses
pengkondisian karateristik perilaku tertentu sangat diperlukan terhadap
kejadian-kejadian yang berkaitan dengan perilakuyang mempunyai spesifikasi
sulit. Kemngkinan diterapkan operant conditioning terhadap perilaku-perilaku
khusus berkaitan dengan seringnya muncul perilaku menyimpang berhubungan dengan
waktu dan intensitasnya. Cohen, liebson dan fallace (1971) dalam
penelitianya telah memanfaatkan situasi kebiasaan minum minuman berakohol
terhadap para pemabuk berusia 39 tahun yang menjadi responden perhatianya.
Tujuan penelitian tersebut untuk mengevaluasi pengaruh-pengaruh alkohol
terhadap perilaku tertentu. Sebagai alat intervensi adalah 24 ons ethanol
setiap hari. Sedangkan keseluruhan minuman beralkohol yang dikonsumsi selama
kegiatan, tergantung pada ukuran masing-masing responden. Ketika operant
conditioning mempunyai pengaruh, subyek ditempatkan pada lingkungan yang
mengkonsumsi susu kadar tinggi. Tindakan ini dilakukan jika subyek mengkonsumsi
kurang dari kurang dari 5 ons ethanol setiap harinya. Pola penguatan atau
reinforcement terhadap responden berupa negative consquences, yaitu jika subyek
mengkonsumsi lebih dari 5 ons ethanol setiap hari, yang bersangkutan akan
kehilangan hak-hak istimewa untuk hari-hari berikutnya.
Operan conditioning merupakan faktor penting dalam pengembangan
berbagai bentuk perilaku bermain dan perilaku sosial anak disamping dapat
meningkatkan harga diri dan kemampuan kontrol diri (bijaou & Bear,
1967). Selanjutnya skinner mengaplikasikan
konsep-konsep operant untuk memehami kehidupan sehari-hari (1953) dan
pengembangan masyarakat yang tidak praktis (1948).
Aspek-aspek utama operant conditioning dapat digambarkan sebagai
berikut:
1.
Acquissition atau kelahiran, merupakan tanggapan-tanggapan diikuti
dengan penguatan dan peningkatan kekuatan respon hingga mencapai maksimal.
2.
Extinction occrus atau terjadinya penghentian, jika respon yang
terjadi tidak sesuai, dengan waktu tidak lama kegiatan yang sedang berlangsung
dihentikan. Hal ini dimungkinkan terjadi penerimaan perilaku yang terjadi hanya
sekali.
3.
Spontaneous recovery atau recovery secara spontan, dilakukan dalam
situasi beberapa saat setelah extintion terjadi lagi respon-respon organ tubuh
tetapi pada tingkat rendah.
4.
Generalization and Discrimination atau penggeneralisasian dan
diskriminasi, bila tanggapan tanggapan mengarah pada trjadinya satu stimulus
diskriminatif. Anak akan melakukan respon terhadap rangsangan atau stimulus
yang sama tetapi secara ekplisit tidak terjadi penguatan dalam merespon
terhadap stimulus kedua. Alat organ tubuh secara umum akan mempelajari respon
hanya pada stimulus atau rangsangan yang pertama.
5.
Punishment atau hukuman, tanggapan-tanggapan menjadi lebih rendah
jika dilakukan hukuman positif atau penarikan rangsangan kainginan (yang
bersifat hukuman negatif). Hukuman khusus berupa penguatan hukuman positif
mempunyai variasi dari consequences yang tidak diinginkan. Dalam hal ini para
ahli operant menyerahkan cara lain berupa kontrol prilaku (behavioral control).
D.
Karateristik Anak Berkebutuhan Khusus
1.
Anak Tunagrahita
Anak
Tunagrahita secara umum mempunyai tingkat kemampuan intelektual dibawah
rata-rata. Selain itu juga mengalami hambatan terhadap parilaku adaptif selama
masa perkembangan hidupnya dari 0 tahun hingga 18 tahun, sesuai dengan batasab
dari AAMD (Grossman, 1983:11)
Karateristik anak dengan
perkembangan Tunagraita, meliputi hal-hal sebagai berikut :
a)
Mempunyao dasar secara fisiologis, sosial dan emosional sama
seperti anak yang tidak menyandang tunagraita.
b)
Selalu bersifat external locus of control sehingga mudah sekali
melakukan kesalahan (expectancy for filure)
c)
Suka meniru perilaku yang benar dari orang lain dalam upaya
mangatasi kesalahan-kesalahan yang mungkin ia lakukan (outerdirectedness)
d)
Mempunyai perilaku yang tidak dapat mengatur diri sendiri
e)
Mempunyai permasalahan berkaitan dengan perilaku sosial (social
behavioral)
f)
Mempunyai masalah berkaitan dengan karateristik belajar
g)
Mempunyai masalah dalam bahasa dan pengucapan
h)
Mempunyai masalah dalam kesehatan fisik
i)
Kurang mampu untuk berkomunikasi
j)
Mempunyai kelainan pada sensori dan gerak
k)
Mempunyai masalah berkaitan dengan psikiatrik, adnya gejala-gejala
depresif menurut hasil penelitian dari meins tahun 1995 (smith,
et al., 2002:278-289)
2.
Anak Dengan Kesulitan Belajar (anak berprestasi rendah
Anak
yang berprestasi rendah(underachievers) umumnya kita temui di sekolah, karena
mereka pada umumnya tidak mampu menguasai bidang studi tertentu yang
diprogramkan oleh guru berdasarkan kurikulum yang berlaku. Ada sebagian dari
mereka mempunyai nilai pelajaran sangat rendah ditandai juga dengan tes IQ
berada di bawah rata-rata normal. Untuk golongan ini disebut deganslow
learners. Pencapaian prestasi rendah umumnya disebabkan oleh fktor minimal brain
dysfunction, dyslexsia, atau perceptual disabiliti. Di Amerika serikat anak
yang berprestasi rendah disebut dengan istilah specific learning disability.
Peserta
didik yang tergolong dalam specific lesrning disability mempunyai karateristik
sebagai berikut:
a)
Kelainan yang terjadi berkaitan dengan faktor psikologis sehingga mengganggu
kelancaran berbahasa, saat berbicara dan menulis
b)
Pada umunya mereka tidak mampu menjadi pendengar yang baik, untuk
berfikir, untuk berbicara, membaca dan menulis, mengeja huruf bahkanperhitungan
yang bersifat matematika
c)
Kemampuan mereka yang rendaah dapat dicirikamelalui hasil tes IQ
atau tes prestasi belajarkhususnya kemampuan-kemampuan berkaitan dengan
kegiatan-kegiatan disekolah
d)
Kondisi kelainan dapat disebabkan oleh perceptual handicapes, brain
injury, minimal brain disfunction, dyslexsia, dan developmental aphasia
e)
Mereka tidak tergolong kedalam penyandang tunagraita, tunalaras,
atau mereka yang mendapatkan hambatan dari faktor lingkungan, budaya atau
faktor ekonomi
f)
Mempunyai karateristik khusus berupa kesulitan di bidang akademik,
masalah kognitif, dan masalah-masalah emosi sosial
3.
Karateristik Peserta Didik Hiperaktif
Hiperaktif
bukan merupakan penyakit tetapi suatu gejala symptoms.
(batshaw
& perret, 1986: 261) symptoms disebabkan faktor-faktor brain demage, an
emitional distribance, a hearing deficit, or mental retaradation. Hal ini
dimungkinkan terjadi bahwa seorang anak mempunyai kelainan in-tensi disorder
dengan hiperaktif (etention deficit disorder).
Ciri-ciri atau
karateristik peserta didik heperaktif adalah sebagai berikut:
a)
Selalu berjalan-jalan memutari ruang kelas dan tidak mau diam
b)
Sering mengganggu teman-teman dikelasnya
c)
Suka berpindah-pindah dari satu kegiatan ke kegiatan lainya dan
sangat jarang untuk tinggal diam menyelesaikan tugas sekolah, paling lama bisa
tinggal diam di tempat duduk sekitar 5 sampai 10 menit
d)
Mempunyai kesulitan untuk untuk berkonsentrasi dalam tugas-tugas di
sekolah
e)
Sengat mudah berperialku untuk mengacau atau mengganggu
f)
Kurang memberi perhatian untuk mendengarkan orang lainberbicara
g)
Selalu mengalami kegagalan dalam menyelesaikan tugas-tugas di
sekolah
h)
Sulit mengikuti perintah atau suruhan lebih dari satu pada saat
yang bersamaan
i)
Mempunyai masalah belajar hampir diseluruh bidang studi
j)
Tidak mampu menulis surat, mengeja huruf dan berkesulitan dalam
surat menyurat
k)
Sering gagal disekolah disebabkan oleh adanya in-atensi dan masalah
belajar karena persepsi visual dan auditory yang lemah
l)
Karena sering menurutkan kata hati mereka sering mendapat kecelakaan
dan luka. (Rapport & ismond, 1984 dalam batshaw &
perret, 1986:236)
4.
Karateristik anak Tunalaras
Definisi
berkaitan dengan tunalaras atau emotionally handicapped atau behavioral
desorder sekarang lebih terarahkan berdasarkan definisi dari Eli M. Bower (1981).
Definisi Bower (1981) menyatakan bahwa anak dengan hambatan emosional
atau kelainan perilaku, apabila ai menunjukan adanya satu atau lebih dari lima
komponen berikut ini:
a)
Tidak mampu belajar bukan disebabkan karena faktor intelektual,
sensory atau kesehatan
b)
Tidak mampu untuk melakukan hubungan baik dengan teman-teman dan
guru-guru
c)
Bertingkah laku atau berperasaan tidak pada tempatnya
d)
Secara umum, mereka selalu dalam keadaan pervasive dan tidak
menggembirakan atau depresi
e)
Bertendensi kearah symptoms fisik seperti: merasa sakit, atau
ketakutan berkaitan dengan orang tua atau permasalahan di sekolah
5.
Karateristik anak tunarungu Wicara
Bentuk
mimik peserta didik dengan hendaya pendengaran dan bicara (tuna rungu wicara)
berbeda dengan anak-anak berkebutuhan khusus yang lain. Hal ini karena mereka
tidak pernah mendengar atau menggunakan panca indera telinga dan mulut. Oleh
sebab itu mereka tidak terlalu paham dengan apa yang dimaksudkan dan dikatakan
oleh orang lain. Pengertian hendaya pendengaran adalah seseorang yang mengalami
kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar sebagian atau seluruhnya,
diakibatkan tidak berfungsinya sebagian atau seluruh indera pendengaran.
Ciri-ciri umum
hambatan perkembangan bahasa dan komunikasi antara lain sebagai berikut:
a)
Kurang memperhatikan saat guru memberikan pelajaran dikelas
b)
Selalu memiringkan kepalanya, sebagai upaya untuk berganti posisi
telinga terhadap sumber bunyi, sering kali ia meminta pengulangan penjelasan
guru saat dikelas
c)
Mempunyai kesulitan saat mengikuti petunjuk secara lisan
d)
Keengganan untuk berpartisipasi secara oral, mereka mendapatkan
kesulitan untuk berpartisipasi secara oral dan dimungkinkan karena hambatan
pendengaranya
e)
Adanya ketergantungan terhadap petunjuk atau instruksi saat dikelas
f)
Mengalami hambatan dalam perkembangan bahasa dan berbicara
g)
Perkembangan intelektual peserta didik tuna rungu wicara terganggu
h)
Mempunyai kemampuan akademik yang rendah, khususnya dalam membaca
6.
Karateristik anak Tunanetra
Anak
yang mengalami hambatan penglihatan atau tunanetra atau anak dengan hedaya
penglihatan, perkembanganya berbeda dengan anak-anak berkebutuhan khusus
lainya, tidak hanya disisi penglihatan tetapi juga dari hal lain. Bagi peserta
didik yang memiliki sedikit atau tidak melihat sama sekali, jelas ia harus
mempelajari lingkungan sekitarnya dengan menyentuh dan merasakanya. Perilaku
untuk mengetahui objek yang akan diraih adalah perilakunya dalam perkembangan
motorik. Sedangkan perilaku menekankan dan suka menepuk mata dengan jari,
kemudian menarik ke depan dan ke belakang, menggosok dan memutarkan serta
menatap cahaya sinar merupakan perilaku anak dengan hendaya penglihatan. Hal
ini sering digunakan guna mengurangi tingkat stimulasi sensor dalam melihat
dunia luar. Untuk dapat merasakan perbedaan dari setian objek yang dipegangnya,
anak dengan hendaya penglihatan selalu menggunakan indera raba dengan
jari-jarinya. Kegiatan ini merupakan perilakunya untuk menguasai dunia persepsi
dengan menggunakan indera sensorik. Anak dengan hendaya penglihatan sangat
sulit dan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menguasai dunia persepsi.
Mengenai
perkembangan kognitif anak dengan hendaya penglihatan menurut Lowenfeld (1948), terdapat tiga hal yang
berpengaruh buruk terhadap perkembangan kognitifnya, antara lain sebagai
berikut:
a)
Jarak dan beragamnya pengalaman yang dimiliki perserta didik dengan
hendaya penglihatan. Kemampuan ini terbatas karena mereka mempunyai perasaan
yang tidak sama dengan anak yang mampu melihat
b)
Kemampuan yang telah diperoleh akan berkurang dan akan berpengaruh
terhadap pengalamanya terhadap lingkungan
c)
Peserta didik dengan hendaya penglihatan tidak memiliki kendali
yang sama terhadap lingkungan dan diri sendiri, seperti hal yang dilakukan oleh
anak awas
7.
Karateristik anak Autistik (autistic child)
Autism
syndrome merupakan kelainan yang disebabkan adanya hambatan ketidakmampuan
berbahasa yang diakibatkan oleh kerusakan pada otak. Gejala-gejala penyandang
autism menurut Delay & Deinaker (1952), dan Marholin &
Phillips (1976) antara lain
sebagai berikut :
a)
Senang tidur bermalas-malasan atau duduk menyendiri dengan tampang
acuh, muka pucat, dan mata sayu dan selalu memandang kebawah
b)
Selalu diam sepanjang waktu
c)
Jika ada pertanyaan kepadanya, jawabanya sangat pelan dengan nada
monoton, kemudian dengan suara yang aneh ia akan mengucapkan atau menceritakan
dirinya dengan beberapa kata, kemudian diam menyendiri lagi
d)
Tidak pernah bertanya, tidak rasa takut, tidak punya keinginan yang
bermacam-macam, serta tidak menyanangi sekelilingnya
e)
Tidak tampak ceria
f)
Tidak peduli terhadap lingkunganya, kecuali pada benda yang
disukainya, misalnya boneka
8.
Karateristik anak Tunadaksa atau anak dengan Hendaya Fisik dan
Motorik
Pada
dasarnya kelainan peserta didik tunadaksa dikelompokan menjadi dua bagian besar,
yaitu kelainan pada sistem serebral (cerebral system) dan kelainan pada sistem
otot dan rangka (musculoskeletal sytem).
Peserata
didik tunadaksa mayoritas memiliki kecacatan fisik sehingga mengalami
koordinasi gerak, persepsi, dan kognisi disamping ada kerusakan saraf tertentu.
Dengan demikian dalam memberikan layanan
disekolah memerlukan modifikasi dan adaptasi yang diklasifikasikan dalam tiga
kategori umum, yaitu kerusakan saraf, kerusakan tulang, dan anak dengan
gangguan kesehatan lainya.
Kerusakan saraf disebabkan kerena
pertumbuhan sel saraf yang kurang atau adanya luka pada sistem saraf pusat.
Kelainan saraf utama menyebabkan adanya cerebal palsy (kelainan diakibatkan
adanya kesulitan gerak berasal dari disfungsi otak), epilepsi, spina bifida, dan
kerusakan otak lainya.
9.
Karateristik anak Tunaganda
Diartikan
secara bebas bahwa “ Tunaganda adalah
mereka yang mempunyai kelainan perkembangan mencakup kelompok yang mempunyai
hambatan-hambatan perkembangan neorologis yang disebabkan oleh satu atau dua
komsinasi kelainan dalam kemampuan seperti intelegensi, gerak, bahasa, atau
hubungan pribadi di masyarakat.”
Selanjutnya,
Walker (1975) berpendapat mengenai “tunaganda atau multihandicapped”
sebagai berikut:
a)
Seorang dengan dua hambatan yang masing-masing memerlukan
layanan-layanan pendidikan khusus
b)
Seorang dengan hambatan-hambatan ganda yang memerlukan layanan
teknologi
c)
Seorang dengan hambatan-hambatan yang memerlukan modifikasi metode
secara khusus. (dalam Mulliken, R.T & Buckley, J.J., 1983:6)
10.
Karateristik anak Berbakat dan Keberbakatan
Pengartian
anak berbakat dan keberbakatan dalam perkembangnya telah menglami berbagai
perubahan. Dimulai dengan pengertian yang berdasarkan pada pendekatan
unidimensi atau faktur tunggal (yang berpatokan pada IQ) ke pendekatan yang
bersifat multidimensi atau faktor jamak. Pengertian yang berdasarkan pada
faktor tunggal (unidimensi) adalah pengertian yang menggunakan intelegensi
sebagai kriteria tunggal dalam menentukan kebakatan. Sedangkan pengrtian yang
berdasarkan pada pendekatan multidimensi tidak hanya menggunakan intelegensi
sebagai kriteria tunggal dalam menentukan keberbakatan, tetapi kriteria jamak
berupa kriteria-kriteria lain selain intelegensi. Dalam pendekatan multidimensi
diakui adanya keragaman dalam konsep dan kriteria keberbakatan, sehingga
diperlukan berbagai cara dan alat yang seragam dalam menentukan siapa anak
berbakat dan keberbakatan (Amin, M., 1996:1)
Peserta didik
berbakat mempunyai empat kategori, yaitu sebagai berikut:
a)
Mempunyai kemampuan intelektual atau mempunyai intelegensi yang
menyaluruh, mengacu pada kemampuan berfikir secara abtrak dan mampu memecahkan
masalah secara sistematis dan masuk akal. Kemampuan ini dapat diukur pada anak
maupun orang dewasa dengan tes psikometrik berkaitan dengan prestasi umumnya
dinyatakan dengan skor IQ.
b)
Kemampuan intelektual khusus, mengacu pada kemampuan yang berbeda
dalam matematika, bahasa asing, musik, atau ilmu pengetahuan alam.
c)
Berfikir kreatif atau berfikir murni menyeluruh. Umumnya mampu
berfikir untuk memecahkan permasalahan yang tidak umum dan memerlukan pemikiran
tinggi. Pikiran kreatif menghasilkan ide-ide yang produktif melalui imajinasi,
kepintaranya, keluwesanya, dan bersifat menakjubkan.
d)
Mempunyai bakat kreatif khusus, bersifat orisinil, dan berbeda
dengan orang lain.
E.
Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus
Mungkin sudah banyak yang memahami pengertian dari
anak berkebutuhan khusus. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki
karakteristik khusus yang berbeda dengan anak kebanyakan. Namun demikian anak
berkebutuhan khusus terkadang tidak selalu mengacu kepada ketidakmampuan
mental, emosi atau fisik yang seringkali menjadi kesalahan interpretasi
masyarakat umum. Dalam hal aktifitas belajar atau menimba ilmupun sebenarnya
anak berkebutuhan khusus belum tentu dan tidak selalu mengalami problem. Namun
barangkali yang menjadi problem adalah ketika anak berkebutuhan khusus ini
melakukan interaksi dengan teman sebayanya dalam sebuah sistem pendidikan
reguler. Untuk menghindari terjadinya permasalahan ini, perlu kiranya
dipertimbangkan sebuah program pemerintah untuk pendidikan anak berkebutuhan khusus beserta faktor pendukungnya agar persentase keberhasilan pendidikan
dapat mengalami peningkatan.
Berikut ini beberapa faktor pendukung dan penentu
keberhasilan pembelajaran pendidikan anak berkebutuhan khusus sebagaimana
diolah dari berbagai sumber, yaitu:
§ Kemampu anak
Kenali dengan benar kemampuan dan kelemahan tiap anak. Kemampuan dan kelemahan anak akan berbeda antara satu dengan yang lain, sehingga metode pembelajaran juga akan berbeda.
Kenali dengan benar kemampuan dan kelemahan tiap anak. Kemampuan dan kelemahan anak akan berbeda antara satu dengan yang lain, sehingga metode pembelajaran juga akan berbeda.
§ Kecerdasan kognitif
Kenali dengan benar kecerdasan kognitif yang dimiliki tiap anak, beberapa anak bisa saja memiliki kecerdasan kognitif lebih tinggi dibandingkan dengan yang lain sehingga mempengaruhi metode pembelajaran.
Kenali dengan benar kecerdasan kognitif yang dimiliki tiap anak, beberapa anak bisa saja memiliki kecerdasan kognitif lebih tinggi dibandingkan dengan yang lain sehingga mempengaruhi metode pembelajaran.
§ Kemampuan berbahasa
Kenali dengan benar kemampuan berbahasa yang dimiliki tiap anak, sehingga efektifitas metode penyampaian materi pembelajaran dapat disesuaikan dengan kondisi ini.
Kenali dengan benar kemampuan berbahasa yang dimiliki tiap anak, sehingga efektifitas metode penyampaian materi pembelajaran dapat disesuaikan dengan kondisi ini.
§ Interaksi sosial
Tidak semua anak berkebutuhan khusus mempunyai interaksi sosial yang buruk sehingga metode pembelajaran paling tepat dapat ditentukan melalui serangkaian tugas kelompok atau grup.
Tidak semua anak berkebutuhan khusus mempunyai interaksi sosial yang buruk sehingga metode pembelajaran paling tepat dapat ditentukan melalui serangkaian tugas kelompok atau grup.
§ Kreatifitas
Semakin tinggi tingkat kreatifitas anak, semakin besar pula peluang keberhasilan pendidikan yang akan ditempuh oleh anak berkebutuhan khusus ini.
Semakin tinggi tingkat kreatifitas anak, semakin besar pula peluang keberhasilan pendidikan yang akan ditempuh oleh anak berkebutuhan khusus ini.
Ø
Sekolah Anak Berkebutuhan Khusus
Memperoleh pendidikan yang layak adalah hak setiap warga negara, tanpa
terkecuali untuk anak berkebutuhan khusus. Namun faktanya tidak mudah
menemukan sekolah anak
berkebutuhan khusus, bahkan bisa jadi
sekolah yang memiliki fasilitas ini belum tentu terdapat pada tiap kecamatan
pada kota kecil sekalipun. Lain halnya jika bertempat tinggal pada daerah
perkotaan dimana sekolah anak berkebutuhan khusus bisa dijumpai pada tiap
kecamatan. Hal ini sebenarnya bisa dipahami karena memang terdapat kendala
keterbatasan tenaga pengajar yang memiliki keahlian dalam memberikan pendidikan
kepada anak berkebutuhan khusus. Namun demikian beberapa orangtua yang memiliki
anak berkebutuhan khusus juga tidak memahami apa saja jenis dan macam sekolah
ini.
Berikut ini akan disampaikan beberapa jenis dan macam sekolah anak
berkebutuhan khusus sebagaimana diolah dari berbagai sumber, yaitu :
ü Segregasi
Segregasi adalah suatu sistem pendidikan anak berkebutuhan khusus dimana anak yang memiliki bakat spesial ini belajar dalam lingkungan yang berisi dengan anak-anak yang sama-sama berkebutuhan khusus juga. Keuntungan dari pendidikan ini adalah anak tidak perlu lagi beradaptasi dengan lingkungan sekolah.
Segregasi adalah suatu sistem pendidikan anak berkebutuhan khusus dimana anak yang memiliki bakat spesial ini belajar dalam lingkungan yang berisi dengan anak-anak yang sama-sama berkebutuhan khusus juga. Keuntungan dari pendidikan ini adalah anak tidak perlu lagi beradaptasi dengan lingkungan sekolah.
ü Integrasi
Integrasi adalah suatu sistem pendidikan anak berkebutuhan khusus dimana anak berkebutuhan khusus tersebut diberi kesempatan untuk berinteraksi dengan anak normal di sekolah reguler. Keuntungan dari pendidikan ini adalah anak akan terbiasa untuk berinteraksi secara sosial dalam masyarakat, serta memungkinkan anak mendapat perlakuan dan penerimaan yang tepat dari lingkungan sekitarnya.
Integrasi adalah suatu sistem pendidikan anak berkebutuhan khusus dimana anak berkebutuhan khusus tersebut diberi kesempatan untuk berinteraksi dengan anak normal di sekolah reguler. Keuntungan dari pendidikan ini adalah anak akan terbiasa untuk berinteraksi secara sosial dalam masyarakat, serta memungkinkan anak mendapat perlakuan dan penerimaan yang tepat dari lingkungan sekitarnya.
ü Inklusi
Inklusi adalah suatu sistem pendidikan anak berkebutuhan khusus dimana penempatan anak yang memiliki bakat spesial mulai dari tingkat ringan, sedang, dan berat dipadukan secara penuh di kelas reguler. Walaupun anak akan terbiasa melakukan interaksi dengan teman sekelasnya, namun metode ini bisa saja membuat lingkungan memandang anak secara negatif dan begitu juga sebaliknya, anak spesial ini juga akan memandang rendah status
Inklusi adalah suatu sistem pendidikan anak berkebutuhan khusus dimana penempatan anak yang memiliki bakat spesial mulai dari tingkat ringan, sedang, dan berat dipadukan secara penuh di kelas reguler. Walaupun anak akan terbiasa melakukan interaksi dengan teman sekelasnya, namun metode ini bisa saja membuat lingkungan memandang anak secara negatif dan begitu juga sebaliknya, anak spesial ini juga akan memandang rendah status
Ø Pendidikan Inklusi
Sekolah inklusi yang dijalankan dengan metode pembelajaran dan
pengajaran, pendidikan inklusi diharapkan mampu mengakomodasi keberagaman.
Sehingga, tidak lagi diperlukan ekslusivitas dalam penyelenggaraan pendidikan,
karena tanpa disadari, pembagian segmentasi peserta didik itu menghambat proses
interaksi. Bahkan, akan menanamkan sifat mendiskriminasikan sebagai sesama.
Lebih parah lagi, siswa ABK atau difabel menjadi komunitas terpinggir yang
tereliminasi dari dinamika sosial di masyarakat.
Misi utama dari penyelenggaraan sistem pendidikan inklusi adalah
terbangunya tatanan masyarakat inklusif (inclusive society). Sebuah sistem
kemasyarakatan yang dibangun dari spirit saling menghormati dan menjunjung
tinggi nilai dan fakta keberagaman sebagai realitas kehidupan.
Pendidikan inklusi diselenggarakan berdasarkan semangat untuk
membangun sistem masyarakat inklusif, yaitu sebuah tatanan masyarakat yang
saling menghargai dan menghormati keberagaman. Dengan demikian penyelenggaraan
pendidikan inklusi didasari pula semangat kebersamaan dalam keberagaman.
Peleksanaanya dilakukan dengan penerapan metode dan penciptaan kondisi suasana
belajar yang saling menumbuhkan (comperative learning). Proses pembelajaran
comperative learning akan menstimulasi siswa untuk dapat saling memahami
(mutual understanding) kekurangan yang terdapat dalam diri masing-masing
temanya. Selanjutnya, dari tumbuhnya kesadaran akan keberagaman dan keberbedaan
kemampuan diantara mereka akan tumbuh sikap peduli (care) terhadap kelemahan
yang disandang temanya. Pada akhirnya, pendidikan inklusi yang melibatkan
partisipasi aktif dari tenaga pendidik dan sisiwa akan dapat menciptakan
tradisi atau budaya peduli, bukan budaya kompetitif. Selain itu, aplikasi dari
budaya belajar bekerja sama (comperative learning) niscaya tidak hanya mencapai
target mencerdaskan otak bagi masing-masing siswa, melainkan juga mempertajam
kecerdasan dan kepekaan sosial.
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Anak yang memerlukan layanan pendidikan khusus yaitu anak
berkelainan atau anak luar biasa yang menyimpang dari kriteria normal atau
rata-rata dalam hal sensorik, fisik, sosial emosional, intelektual dan mental.
Maka sebab itu Pembelajaran untuk anak berkebutuhan khusus (student with
special needs) membutuhkan suatu pola tersendiri sesuai dengan kebutuhanya
masing-masing yang berbeda antara satu dan lainya. Dalam penyusunan program
pembelajaran untuk setiap bidang studi hendaknya guru kelas sudah memiliki data
pribadi setiap peserta didiknya. Data pribadi yakni berkaitan karateristik
spesifik, kemampuan dan kelemahanya, kopetensi yang dimiliki, dan tingkat
perkembanganya.
DAFTAR PUSTAKA
Siti, Ellah. 2005 Terapi Permainan Bagi Anak Yang Memerlukan
Layanan
Pendidikan Khusus. Jakarta
PPTG Dirjen Dikti Depdikbud
Delphie,
Bandi. 2006 Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung PT
Refika Adit
Santoso,
Budi. 2010 Sekolah Alternatif, Mengapa Tidak....?!. Jogjakarta DIVA
Press
www.google.com, Wikipedia Bahasa Indonesia. Anak Berkebutuhan
Khusus
Tidak ada komentar:
Posting Komentar